Pihak Balai Arkeologi (Balar) Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) secara resmi belum melakukan pendataan terkait penemuan struktur bata tuffa candi yang ditemukan warga di Jalan Ratu Sianum, Lorong H Umar, Kelurahan 1 Ilir, Kecamatan IT II, Palembang.“Karena nanti ada tim dari Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi (BPCB Jambi) yang akan menindaklanjuti dengan menurunkan PPNS .Mudah-mudahan kita bisa bareng dengan BPCB untuk menindaklanjuti temuan itu,” kata Kepala Balar Sumsel Budi Wiyana ketika ditemui di kediamannya, Kamis (31/12).Dengan adanya penemuan struktur batu tuffa sekitar komplek pemakaman Kigede Ing Suro itu menurutnya merupakan data yang baru.
“Setelah kita dapat informasi ini data yang berbeda dengan kita temukan di tahun 1996 tapi lokasinya tidak jauh berbeda mungkin hanya puluhan meter,” katanya.Hal ini menurutnya menambah data baru memang sekitar komplek itu merupakan tempat yang dipakai berulang-ulang dari masa klasik di masa Sriwijaya sampai di masa pra Kesultanan memang tinggalan disana banyak.“Karena di Komplek itu bukan hanya ada candi, makam tapi juga tahun 1980an itu banyak ditemukan arca dari logam dan tidak jauh dari situ ditemukan Prasasti Telaga Batu yang menyebutkan adanya struktur pemerintahan Kerajaan Sriwijaya, jadi sebenarnya ini suatu tempat yang bagus , bahkan ada para ahli menduga salah satu titik pusat Kerajaan Sriwijaya merujuk situ itu, karena disitu ada temuan Prasasti Telaga Batu,” katanya.Apalagi menurutnya PT Pusri berdiri diatas reruntuhan Kraton Kuto Gawang.
“Kami bersyukur ada temuan baru, cuma proses temuan itu yang masih dipertanyakan, karena itu pasti ada unsur kesengajaan untuk mencari padahal dalam undang-undang cagar budaya pasal 26 ayat 4 dimana untuk mencari ada syarat-syaratnya,” katanya.Atas temuan ini menurutnya bisa juga kawasan ini dulunya merupakan kawasan percandian karena struktur yang ditemukan tidak jauh dari makam Kigede Ingsuro yang merupakan candi yang dimanfaatkan ulang sebagai makam.“Jadi saya kira dalam undang-undang yang berhak melakukan kegiatan penelitian itu bisa perorangan atau instansi tapi dengan izin, jadi kalau ada masyarakat bertindak perseorangan saya kira tidak pas karena bertentangan dengan undang-undang cagar budaya,” katanya.
Sedangkan Ketua Komunitas Pecinta barang Antik dan Kebudayaan Sriwijaya (Kompaks) Hirmeyudi (pakai masker) mengatakan, penemuan struktur bata tuffa itu pertama kali ditemukan Nanda merupakan warga sekitar saat lewat wilayah kebun warga dan ada makam-makam warga , melihat 2 atau tiga batubata tuffa yang terlihat bagian atas yang tampak besar.“ Warga habis menggali umbi-umbian tapi terhenti karena terlihat batu itu , Nanda lalu lapor dengan aku, aku kelokasi setelah melihat ke lokasi kebetulan mengenal batu itu adalah batu berkapur pasir vulkanik yang biasa disebut batu tuffa yang di pakai untuk bangunan besar berbeda dengan batu yang di pakai di Kigede Ingsuro, cepet aku poto dan aku lapor dengan ibu Retno ( Balar Sumsel),” katanya.Dia mengaku sebelum di ukur oleh Ibu Retno Purwati dari Balar Sumsel, pihaknya sempat mengukur panjang batu.
“ Karena penasarannya di batu bagian sudut berukuran besar ada tanda simbol silang ,” katanya.Dia mengakui belum seluruh areal di ukur namun terlihat bentuk sudut dan jika dilakukan penusukan maka areal bisa luas lagi karena belum ketemu sudut sebelah kanan walaupun sudut sebelah kiri sudah ada.“ Karena kemarin sudah diperiksa dan sudah diukur jadi Ibu Retno meminta itu ditutup ya kita kita tutup,” katanyaSedangkan Nanda , warga yang menemukan struktur bata candi berharap agar bisa diperluas areal untuk menemukan luasan areal batu temuan tersebut.“Kami bangga kalau temuan itu dibesarkan lagi , lokasi itu sebelumnya adalah pemukiman dan dibuat makam-makam keluarga,” katanya.(BP.Co,id)